Selasa, 25 Maret 2014

Filsafat

3. St. Agustinus 354-430
A. HIDUPNYA
St. Agustinus adalah pujangga terbesar di antara para Bapa Gereja. Sampai abad XIII ajarannya mendominasi pikiran Barat. Bahkan Aristotelienisme St. Thomas Aquinas tidak memandang remeh pandangan dan ajaran Agustinus.
Agustinus lahir di Tagaste, Afrika Utara pada tangal 13 November 354. Ayahnya adalah seorang kafir yang bernama Patricius, dan ibunya seorang Kristen saleh bernama Monica. Dia dididik secara Kristen oleh ibunya, tetapi permandiannya ditunda sesuai dengan adat kebiasaan waktu itu.
Pada tahun 370 Agustinus mulai belajar retorik di Carthago. Hidupnya di kota pelabuhan itu begitu bebas, tidak sesuai dengan moral Kristiani lagi. Ia hidup bersama seorang mistress selama sepuluh tahun lebih dan mendapatkan seorang anak darinya yang diberi nama Adeodatus. Meskipun demikian Agustinus adalah seorang pelajar retorik yang sukses.
Setelah dia membaca buku Cicero yang berjudul Hortensius, dia tertarik untuk menawarkan soal kebenaran. Manicheisme menarik dia, karena dianggap menawarkan penalaran logis tentang kebenaran, berbeda dengan ide-ide naïf dan ajaran-ajaran tidak logis yang disajikan oleh gama Kristen. Manicheisme mengajarkan adanya dua prinsip yang saling bertentangan: prinsip yang baik, yaitu prinsip tentang terang, yakni Allah atau Ormuzd; dan prinsip yang jahat, yaitu prinsip kegelapan yang disebut Ahriman. Kedua prinsip ini abadi dan pergulatan antara keduanya pun abadi. Di dalam diri manusia, jiwa yang terbentuk dari cahaya, adalah karya prinsip baik, sedangkan badan, yang terdiri dari materia kasar, adalah karya prinsip yang
Diarahkan kepada tindakan, sedangkan kebijaksanaan adalah kontemplasi yang sifatnya tidak praktis.
Kebenaran ide-ide abadi, sebagaimana mereka berada di dalam Allah, berperan sebagai “sinar atau cahaya” yang datang dari Allah untuk memungkinkan budi melihat sifat-sifat tah berubah dan niscaya dari kebenaran kebenaran abadi. Menurut Agustinus , kita tidak bisa menangkap kebenaran tak berubah kecuali kalau budi kita mendapat penerangan seperti penerangan matahari. Aktifitas penerangan (illuminasi) ilahi bagi budi analog dengan fungsi sinar matahari bagi penglihatan yang memungkinkan barang-barang berjasad kelihatan. Budi manusia membutuhkan illuminasi karena budi manusia berubah-uba dan bersifat temporal, sehingga apa yang tidak berubah dan abadi berada diluar jangkauan budi manusia. Kenyataannya, kebenaran tidaklah lebih rendah atau sejajar dengan budi kita, melainkan lebih tinggi dan lebih sempurna. Maka kita memerlukan illuminasi ilahi agar kita dapat menangkap apa yang mengatasi budi kita. Berkaitan dengan teori illuminasi ini, Agustinus menggunakan tema neo-Platinos yang dipengaruhi Plato dengan memperbandingkan ide kebaikan dengan matahari, dimana ide kebaikan menyinari objek-objek di bawahnya, untuk Plotinus sang tunggal atau Allah adalah matahari, cahaya transenden.
Pada tahun 383 sebelum carthago menuju roma, Agustinus diresahkan oleh bermacam-macam soal yang tak terjawab oleh manicheisme, misalnya masalah sumber kepastian bagi pikiran manusia, alasan mengapa kedua prinsip tersebut selalu konflik sejak abadi. Tetapi pada tahun 384 dia meninggalkan roma menuju milan untuk mengajar retorika di sana. Di kota ini dia berkenalan secara lebih akrab dengan kitab suci berkat kotbah st. Ambrosius, uskup milan. Dia juga membaca karya-karya Platonis, kemungkinan besar Enneads, karangan plotinus. Perkenalannya dengan karya-karya plotinus memudahkannya melepaskan diri dari belenggu materialisme dan memudahkannya untuk menerima ide dari kenyataan immaterial, konsep kejahatan plotinus sebagai kekurangan atau privatio dan bukannya sebagai suatu yang positif membimbingnya untuk menolak manicheisme secara total.
​Perjuangan hidup moral Agustinus memuncak pada suatu peristiwa di kebun rumahnya, sewaktu dia mendengar anak-anak berulang-ulang meneriakkan “Tolle, Lege!” (ambillah dan bacalah). Maka dia mengambil kitab suci perjanjian baru dan secara sembarangan membukanya, dimana dia menemukan teks rom 13:13-14. Maka sempurnalah prtobatannya dan dipermandikan oleh st.Ambrusius pada sabtu suci 387.​​​​Pada tahun 388 dia kembali ke Afrika untuk mendirikan satu biara kecil di Tagaste. Pada tahun 391 dia ditahbiskan menjadi imam, dan dikonsekrasikan menjadi uskup Hippo pada tahun 397. Dia meninggal pada tanggal 28 Agustus 430.
 

2 komentar:

  1. Sejarah tentang St. Agustinus sangat menarik dan hidupnya juga penuh perjuangan.

    BalasHapus
  2. menurut saya kebenaran memang berasal dari Allah dan Allah sumber dari chaya kehidupan, kalau mau belajar tentang kebenaran yaa kembali ke prinaip kebenaran itu sendiri dan bukan mengikuti keinginan badan atau jasmaniah, keteladan hidup St Agustinus memberikan inspirasi tentang mendekatkan diri ke sang pencipta

    BalasHapus